Kamis, 14 Mei 2015

On 23.14 by Unknown in    No comments
Angel berjalan semampunya di lorong-lorong rumah sakit. Angel sedikit syok mengetahui dokter mendiagnosis dirinya terkena tifus. Harusnya dia mendapat perawatan intensif di rumah sakit saat ini. Namun Angel menolak dikarenakan dirinya sedang melaksanakan Ujian Akhir Semester ganjilnya di sekolah. Seperti yang ia ketahui bahwa Ujian Akhir Semester tidak ada istilah susulan.
Angel sudah berjanji kepada pria paruh baya berjas putih di ruang dokter tadi bahwa dirinya akan lebih memperhatikan kesehatannya. Angel juga berjanji bahwa bila sewaktu-waktu ia merasakan perih di perutnya nanti, dengan segera ia akan bergegas kembali ke rumah sakit ini.
Angel mendapati beberapa panggilan tak terjawab dan pesan masuk dari Bagas. Tentunya Bagas akan sangat khawatir pada kondisi kekasihnya ini.
Tadi sewaktu pulang Angel sempat mengeluh kesakitan pada bagian perut pada Bagas. Namun Bagas tak acuh, ia malah asik dengan twitternya yang sehari-hari penuh dengan berpuluh-puluh mention dari fans-fansnya yang bertebaran dari tingkat kelas 1 sampai kelas 3 di sekolahnya.
Sampai akhirnya raut wajah Bagas penuh dengan rasa sesal setelah dirinya mendapati mobil darurat sekolah membawa Angel ke rumah sakit tak lama setelah Angel tak sadarkan diri.
Aku udah di rumah. Dokter bikin kesimpulan; tifus aku bakalan kambuh, kalau pola makan masih nggak teratur. Kondisi aku baik-baik aja sekarang. Kamu jangan lupa makan, jaga kesehatan. Nanti malem gak boleh begadang ntar ngedrop terus besok nggak bisa konsentrasi UASnya. Ily
Angel menutup smartphonenya sesudah tulisan sent to Bagas muncul pada layarnya.
Keesokan harinya, Bagas sengaja datang pagi dan menunggu Angel di gerbang. Bagas tahu Angel membutuhkannya sekarang. Bagas dengan sigap berdiri ketika matanya menangkap mobil Angel berhenti pada satu sudut yang tak jauh dari situ.
Bagas menyunggingkan senyum ketika Angel membuka pintu belakang tempatnya duduk. Bagas lantas meraih tangan Angel. Bagas menuntun Angel ke arah ruang 7 yang bertempat di kelas 10 IPA 7.
Angel adalah bagian dari siswa kelas 11 IPA 4, namun karena sekarang sedang UAS, Angel bertempat di ruangan 7 dan duduk dengan adik kelas agar contekan bisa terhindarkan. Sementara Bagas? Ruangan Bagas berada di ruang 9 di kelas 10 IPA 9.
Bagas dan Angel memang sekelas, ketika kelas sepuluh dulu. Namun seseorang ada yang menyebar berita bahwa mereka sepasang kekasih pada guru konseling. Sementara guru konseling melapor pada bagian kesiswaan. Maka dari itu kelas Angel dan Bagas dipisah, untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Sisi positifnya agar mereka lebih fokus belajar.
“Kamu gimana?” Tanya Bagas setelah menyandarkan punggungnya di kursi sebelah Angel
“Rasanya kamu tahu” Jawab Angel malas meladeni pertanyaan Bagas kali ini
Bagas melengos kesal mendapati jawaban Angel yang tak pasti ini. Memang cenderung marah, namun Bagas ingin memastikan.
“Kamu kenapa sih say?” Bagas
“Aku kan udah bilang hindari buat panggil say di sekolah” Protes Angel
“Itu bukan jawaban” Sentak Bagas menatap wajah Angel
Lagi-lagi, Angel menemui sifat aneh Bagas ini, yang tadi manis sekarang berubah menyeramkan menjadi seperti Lucifer. Sebisa mungkin Angel menyembunyikan ketakutannya ini. Apa jadinya jikalau Bagas tahu Angel paling tak suka disentak seperti ini? Tentunya ia akan makin berkuasa dan menindas hati Angel semaunya.
Tett! Tett! Bel khas SMA Dandelion yang lebih mirip suara pertanda nasi matang di restoran-restoran Jepang itu berbunyi berulang-ulang kali. Pertanda waktu ujian akan segera dimulai.
Bagas lekas berlari menuju ruangannya yang sebenarnya tak jauh dari ruangan Angel. Bagas tak meneruskan perdebatannya tadi. Walau sampai besok pagi pun belum tentu selesai. Bagas hampir saja terpeleset saat melewati depan ruang 8 karena memang baru dipel. Ia begitu terburu-buru. Ia harus tiba sebelum pengawas ujian yang masuk terlebih dahulu. Bisa berabe dia. Kalau-kalau pengawas ujiannya baik, jikalau terkena pengawas yang terbilang killer? Bagas bisa disuruh mengerjakan ujiannya di luar kelas.
Perdebatan Bagas Angel tadi membuat Bagas marah besar. Bagas tak menjemput Angel seperti biasanya untuk sekedar makan camilan di kantin. Angel tahu, bahkan Angel sudah terlalu terbiasa dengan keadaan seperti ini.
Angel lantas membuka buku panduannya kembali untuk mengingat-ingat materi yang sebenarnya sudah ia pelajari semalam.
“Dor!”
Angel menoleh ke belakang. Dugaannya salah. Bukan Bagas yang datang, melainkan Difa, teman sekelasnya yang ruangan ujiannya berada tepat di samping kanan ruangan Angel.
Angel dan Difa belakangan memang dekat. Selain karena mereka sudah bertukar nomor dan sering mengirim pesan singkat, Angel dan Difa juga sering mengerjakan tugas bersama-sama, bergantian, terkadang di rumah Angel, tekadang juga di rumah Difa. Tanpa sepengetahuan Bagas tentunya.
“Kenapa?” Tanya Angel dibuat seriang mungkin
“Sendirian aja, gimana keadaan lo? Udah baikan?” Jawab dan tanya Difa cengengesan, tapi terlihat begitu tulus, membuat hati Angel berdebar
Rasa apa ini Tuhan? Gumam Angel dalam hatinya
“Kok gak dijawab sih Ngel?” Difa pura-pura manyun
“Gue baik Dif” Jawab Angel membenarkan lidahnya yang hampir terpeleset karena salah tingkah
“Ke kantin yuk” Tarik Difa kuat namun tak menyakiti lengan Angel
Angel belum mengiyakan namun langkahnya sudah berimbang dengan milik Difa. Angel merasakan pipinya memanas. Angel juga tak tahu semerah apa pipinya sekarang.
Angel dan Difa berdiri pada stand Bakso dan lekas memesan.
“Eh Ngel, gak mau Bakso nih? mumpung gue lagi banyak duit nih. Gue traktir deh!” Seru Difa tak kalah semangat daripada yang tadi
“Boleh” Ujar Angel setelah lumayan lama berfikir
“Ya udah”
“Bu! Bakso Jumbonya satu ya! Sekalian sama es teh panas manis gak pake gula!”
Penjual yang sedang sibuk-sibuknya melayani pembeli tersebut sontak tergelak. Juga pembeli yang lain, salah satunya Angel.
“Siap den!” Sahut Ibu penjual bakso setelah gelak tawanya mereda. Ibu penjual bakso tersebut sudah tahu pesanan apa yang dipinta oleh Difa
“Katanya mau nraktir? Gimana sih?” Angel memprotes menyadari bahwa Difa hanya memesan semangkuk bakso dan segelas teh
“Iya, gue traktir kok. Tenang aja lagi. Gak usah panik begitu” Jawab Difa melebih-lebihkan
Angel mendengus kesal. Apalagi ini? Tanyanya dalam hati.
Setelah pesanan siap, Angel dan Difa duduk di salah satu sudut kantin. Berdua. Hanya berdua. Tak ada yang lain. Mereka seperti menciptakan dunia debaran rasa yang menggebu sendiri.
“Difa.. Kok lo tega sih” Angel hampir-hampir ngiler dibuat Difa melihatnya memakan bakso terasa begitu nikmat
“Oh iya lupa!” Ujar Difa polos. Tak lupa dengan cengengesannya
“Brum! Brum.. Pesawatnya mau masuk terowongan nih!” Ujar Difa ceria seraya menyuapkan potongan daging bulat itu pada mulut Angel
Hap! Angel lekas mengunyahnya cepat. Mungkin dirinya kelaparan.
“Hahaha..” Gema tawa itu tumpah di antara mereka berdua menyaksikan tingkah masing-masing yang sama konyolnya
Mereka sama-sama salah tingkah.
“Hey? Ngapain kesini?” Tanya Angel saat dirinya keluar dari ruangan setelah selesai mengerjakan soal ujian mata pelajaran Matematikanya
“Gue?” Ulang Difa tak paham. Lantas ia duduk di bangku yang berderet di depan kelas
“Iya. Elo!” Angel
“Gue mau jemput elo” Difa tersenyum
“Jemput gue?” Kini Angel yang tak faham
“Ya. Gak papa kan?” Difa ragu
“Gak papa kok. Yuk!” Sambar Angel menggandeng tangan Difa
Mereka berjalan melalui koridor utama, melewati gerbang, dan.. Buk! Difa tersungkur menghantam aspal menerima sebuah pukulan dari Bagas.
“Kamu kenapa sih?!” Sentak Angel tak terima
“Ayo pulang!” Tarik Bagas mengacuhkan apa yang diucapkan Angel
“Nggak!” Bantah Angel berusaha melepaskan cengkraman tangan Bagas yang kuat pada lengannya
Bagas segera memasangkan helm di kepala Angel. Bagas geram melihat Angel yang dari tadi hanya diam. Bagas tak tahu apa yang dia fikirkan, sehingga Bagas memutuskan untuk bertanya, namun tak disini, melainkan di sebuah tempat.
“Sekarang apa?” Tanya Angel gemas karena dari tadi Bagas memperlakukan Angel seenaknya
“Kamu kenapa sih?” Bagas balik bertanya
“Aku baik-baik aja kok” Angel menjawab pasti
“Kamu beda. Kamu aneh. Aku nggak kenal kamu” Ucap Bagas akhirnya
“Aku yang nggak kenal kamu. Kamu yang lebih aneh. Kamu yang beda. Kamu tuh yang kepalanya besar gara-gara fans kamu yang bertebaran dimana-mana itu, cuman gara-gara pekan tanding karate ngelawan SMA sebelah kan? Kamu lebih sayang twitter kamu daripada aku. Kamu lebih suka bales mention mereka satu-satu daripada bales sms aku” Ujar Angel meletup, hatinya ingin terbakar mengungkapkan luapan yang membelenggunya. Matanya memerah, air mata Angel tumpah
Bagas terdiam. Ucapan Angel tadi merasuk ke dalam jiwanya. Angel benar, bukan Angel yang berubah, melainkan dirinya sendiri.
“Maaf” Bagas menepuk pundak Angel dan meremasnya perlahan. Ia menyesal. Ia juga mengusap perlahan kelopak mata Angel yang basah
“Nggak papa. Aku minta jangan kamu ulangin lagi” Angel
“Aku janji” Bagas
“Aku pegang janji kamu” Angel
Maafin Bagas soal yang tadi siang ya? Gue harap lo baik-baik aja. Get well soon.
Has been sent to Difa. Tulisan itu muncul pada layar smartphone Angel.
Angel merebahkan dirinya pada tempat tidur sesudah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Angel bahagia atas tiga hal pada hari ini karena pertama, ini hari terakhir ujian akhir semester ganjilnya, kedua hubungannya dan Bagas sudah membaik, dan yang ketiga ini ada hubungannya dengan makan siang di kantin tadi bersama Difa.
Angel jadi senyum-senyum sendiri membayangkan peristiwa tadi siang. Begitu mengesankan dan sangat mengena di hatinya
“ANGEL!!” Pekik Mamanya dari luar kamar tiba-tiba
Huh! Mama.. Dumel Angel kesal. Saat asyik-asyiknya begini ada saja yang menganggunya.
“Ada Difa di bawah. Cepetan kamu turun. Kasian entar dia tunggunya kelamaan”
Difa?. Angel jadi salah tingkah. Ia buru-buru merapikan rambutnya dan lekas turun ke bawah. Ia menjajari Difa duduk di salah satu sofa pada ruang tamu miliknya.
“Jalan-jalan yuk. Boring nih. Masa’ habis UAS tegang terus. Sekali-kali jalan boleh dong?” Tawar Difa
“Emm.. Boleh. Tunggu sebentar ya!” Seru Angel ngacir kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil uang dan smartphonenya
“Ma. Angel brangkat!” Ujar Angel sedikit menjerit agar Mamanya yang sedang menonton tv bisa mendengar
“Iya Ngel! Hati-hati. Jangan pulang malem-malem” Balas Mamanya juga ikut menjerit
Brum.. Motor Difa itu berjalan menuju ke kawasan Tunjungan.
Sepulangnya, Difa tak langsung kembali ke rumah Angel. Tadi saat nonton di XXI, Difa mengatakan bahwa ada sesuatu yang ia ingin sampaikan pada Angel. Difa pula menjanjikan tidak akan mengatakannya di kawasan mal yang cukup ramai ini. Jadi, motor Difa bergerak ke arah taman dekat kompleks rumah Angel.
Angel merasakan jantungnya berdebar, lagi, ketika dirinya sedang bertengger di motor Difa ketika perjalanan tadi. Debaran yang aneh namun mengasyikkan. Sebisa mungkin Angel membuang perasaan itu jauh-jauh. Rasa bersalah pun menyelimuti benaknya ketika wajah Bagas muncul tiba-tiba pada fikirannya. Dada Angel serasa sesak dipenuhi keraguan antara bayang-bayang Difa dan Bagas. Dia terjerembab di antara dua hati. Pada satu sisi dia teramat mencintai Bagas mengingat lika-liku perjalanan cintanya selama empat tahun (dari SMP) yang tak mudah, namun di sisi lain Difa mampu memenangkan hatinya.
“Ada apa Dif?” Tanya Angel mulai serius
“Sebenernya nggak ada apa-apa sih. Gue cuman mau habisin waktu lebih lama aja sama lo” Difa
“Gombal!” Celetuk Angel mencubit perut Difa
“Ih gitu amat ih. Sakit tau!” Difa balas menggelitiki Angel
Mereka terbahak, namun mereda setelah pandangan keduanya bertemu.
“Maaf” Ucap Difa salah tingkah
“Nggak papa kok Dif, sebenernya apa sih yang mau elo omongin? Kali ini serius ya?” Tanya Angel seraya menyeruput minuman bekemasan gelas yang belum habis sedari tadi
“Kalo seandainya gue suka sama elo gimana?” Ujar Difa menanyai Angel tiba-tiba
Uhuk! Angel terbatuk-batuk mendengar ungkapan Difa.
“Hey, hey, maaf-maaf gue gak bermaksud” Difa menepuk-nepuk punggung Angel
“It’s okay” Jawab Angel setelah dahaknya mereda
Mereka terdiam. Dunia debaran itu kembali membelenggu keduanya. Angel gelisah, ia menjadi bimbang, sungguh di dasar hatinya tak pernah sedikit pun ingin menyakiti Bagas dengan adanya Difa pada dunianya.
Cup! Ciuman kecil dari Difa itu berhasil mendarat pada pipi Angel yang berisi. Difa tak mampu menahannya, perasaannya sudah berkobar, tak lagi meletup-letup seperti saat awal mereka berjumpa.
Hati Angel bergetar. Ia dilema. Setelah merasakan kecupan kecil tadi, pipi Angel memanas. Ia pun tak tau semerah apa saat ini warnanya. Yang dia sukuri adalah penyinaran lampu di taman ini yang redup, sehingga tidak terlalu terlihat bahwa dirinya sedang merona.
“Maaf Ngel. Gue udah berusaha nahan semua ini tapi gue gak bisa. Sebelumnya gue gak pernah cinta sama orang sedalem ini. Rasa suka gue ke cewek-cewek yang dulu bakalan lenyap sehari dua hari dan bisa dipersentasein berkisar 20%, tapi yang gue rasain sama lo beda. Gue tau ini karma” Difa tertunduk malu. Secara tak langsung ia telah membongkar bahwa dirinya play boy, dulunya, sebelum dipertemukan dengan Angel
Di sela-sela kesenyapan Angel, dirinya memeperhatikan bahwa Difa benar-benar menyesal. Lantas Angel meraih tangan Difa dan menggenggamnya erat.
“Gue tau, cinta itu nggak akan pernah bisa ditebak gimana cara datengnya, darimana, atau kapan. Cinta nggak mengenal waktu. Gue faham apa yang lo rasain saat ini” Ucap Angel bijak menyikapi Difa
“Jadi..?” Raut wajah Difa mulai berubah riang
“Maafin gue Dif, seharusnya gue gak pernah biarin lo untuk mencintai gue. Lo jatuh cinta sama orang yang salah” Tutur Angel lembut
“Gue ngerti. Gue sama Bagas nggak akan pernah sama” Difa
“Bukan soal itu Dif. Kebersamaan gue sama Bagas udah lebih dari empat tahun, rasanya akan sia-sia kalo misalnya dibiarin putus gitu aja..” Angel
“Intinya cinta lo ke Bagas itu lebih besar daripada perasaan gue sendiri kan?” Difa
“Mungkin. Masih banyak cewek yang lebih baik daripada gue” Angel
“Elo yang terbaik!” Eyel Difa
“Saat ini? Kita nggak akan pernah tau ke depannya gimana. Dif, gue nggak mau menyakiti perasaan siapa pun disini. Gue sayang Bagas, begitu pun dia, dia juga sayang sama gue. Maaf Dif. Gue milih buat bertahan” Angel
“Gue ngerti. Gue juga minta maaf. Gue terlalu maksa” Ucap Difa pasrah
“Nggak papa. Gue faham kok. Seenggaknya kita masih bisa sahabatan kan? Kita masih bisa ngerjain tugas bareng?” Angel mengajukan jari kelingkingnya
Difa tak merespon. Bisa ditebak dari raut wajahnya bahwa pria unyu berdarah Medan asli ini sedang patah hati.
“Ya, kalo seandainya kita jodoh.. Pasti nggak akan kemana. Cinta tau kemana tempatnya bermuara” Ujar Angel akhirnya
Difa mengangkat wajahnya dan tersenyum senang. Itu sebuah kode untuk dirinya atas apa yang diungkapkan Angel beberapa detik lalu.
“Ya, kita masih bisa sahabatan” Difa meremas jemari Angel
“Janji?” Angel kembali mengajukan kelingkingnya
“Janji” Seru Difa bersemangat menautkan kelingking miliknya
Cerpen Karangan: Sekar Anastasia

0 komentar:

Posting Komentar