Kamis, 14 Mei 2015

On 23.13 by Unknown in    No comments
Jam yang melingkar di pergelanganku menunjukan pukul ’12.12′, mentari sedang semangat-semangatnya menyinari dunia. Sampai-sampai panasnya yang menyengat membuat kepalaku ingin meledak.
Hari ini, aku pulang berdua bersama teman seperjuanganku, Fira. “Aku haus!” Keluh Fira, menyeka keringat yang mengalir deras di keningnya. Ya, aku dapat merasakannya. Merasakan apa yang Fira rasakan sekarang. “Mampir kesitu dulu yuuk!” Aku menunjuk roda penjual bertuliskan ‘ES KELAPA & ES JERUK’ “Tumben peka.” Kekeh Fira senang. “Sejak kapan sih aku gak peka sama kamu?” Aku mendengus kesal. Fira malah tertawa.
“Bang! Es jeruk satu yaa!” Pesanku. “Eh, dua-dua!” Fira menyeringai. “Oh, dua bang!” Ralatku. Aku duduk di bawah pohon rindang, mencoba merefresh otakku yang sepertinya sudah mendidih. “Kebayang gak sih? Setiap hari kita kayak gini? Banyak tugas, tas berat, dan uuh cuaca tak mendukung.” Fira melipat tangannya di atas meja yang disediakan. “Ini Neng pesanannya.” Pedangan tadi menaruh dua gelas es jeruk yang cukup menggoda di hadapanku dan Fira. Dengan cepat aku meraih gelas milikku dan menghabiskan minumanku tanpa ampun. “Haah!” Aku menyenderkan pundakku pada penyangga kursi. Rasa hausku tadi sudah terbayarkan. “Masih punya uang gak?” Tanya Fira ragu. Aku mengernyitkan alis tak mengerti. “Laper.” Fira unjuk gigi. “Hhhh… hhhh…. Nanti saja! Uangku habis.” Aku beralibi. “Yah.” Fira memasang wajah kecewa. “Hemat!” Tegasku, beranjak berdiri dari tempat dudukku tadi. “Kemana?” Fira belagak bodoh. “Pulang!” Jawabku kesal. Kesal kenapa? Kesal akan tingkah Fira yang kadang seperti anak-anak. “Iya deh.” Fira menggusur kakinya secara paksa.
Di tengah jalan, Aku dan Fira dibuat penasaran dengan sekumpulan orang yang tengah berdesakkan. “Ada apaan tuh?” Aku menyipitkan mataku ke arah kerumunan orang disana. Fira hanya mengangkat bahu pertanda “Tak Tahu”. “Kesana yuuk!” Aku menggusur Fira untuk mengikutiku. Sadis? Ya aku sadis. Haha.
“Ada apa sih mas? Kok rame?” Tanyaku pada seorang pria gagah di depanku. “Itu, ada acara pendaftaran lomba dance gitu.” Jawabnya sambil mengisi form pendaftaran. “Oh, kalau boleh tahu, daftarnya di sebelah mana ya?” Tanyaku tertarik. “Itu mbak, sebelah sana.” Aku mengikuti arah tangan itu. “Oh, makasih mas!” Ucapku seramah mungkin.
“Nad.. Jangan bilang…” Fira menatapku malas. “Udah! Ayo!” Aku manarik paksa lengan Fira. Terdengam, Fir sedikit meringis kesakitan.
“Kamu serius?” Tatapan itu menatapku sangat tajam. Aku mengangguk. “Tap… Tap… Tapi… Acara itu tinggal tujuh hari lagi, dan kita belum ada persiapan apapun!” Tatapan itu kembali murka. “Kita punya ini kan?” Aku mengetuk pelipisku sendiri. “Tapi Nad, kita…” Ucapan Fira terpotong ketika tanganku memasukkan form pendaftaran pada sebuah kotak bertuliskan ‘Pendaftaran Peserta Festival Dance Kota Bandung’. “Terlambat…” Fira melemas. “Sudah, jangan dramatis gitu” Aku merangkul Fira untuk segera pulang. “Tapi Nad…” Fira kembali menatapku geram. “Nanti kita lanjutkan di sekolah.” Tutupku.
Esoknya, saat kelas kosong, aku melangkahkan kaki untuk berdiri di depan kelas. “PERHATIAN! PERHATIAN!” Aku berteriak di depan kelas. Ya, aku berteriak, karena pasarku sedang dalam keadaan ricuh bak pasar ikan. “Mau apa sih? Berisik tau gak?” Ucap beberapa teman sekelasku yang merasa aktivitasnya terganggu. “Teman-teman sekalian! Saya ingin mengajak kalian untuk mengikuti festival dance, siapa saja yang berminat, dapat menghubungi saya. Terimakasih.” Ucapku seraya menghampiri meja tempatku duduk. “Hah? Dance? Masih jaman ya lomba dance? Haha” Cibiran itu terdengar jelas di telingaku, entah siapa aku tak peduli. “Gimana Nad?” Tanya Fira prihatin. “Kita tunggu hasilnya sampai pulang sekolah” Ucapku tetap ‘stay cool’. “Hemm” Fira mengangguk.
Bel Istirahat tiba, seperti biasa. Aku menuju kantin dengan sahabat terbaik yang pernah ada, Fira. “Aku kebelet nih!” Rengek Fira. Aku berdecak kesal. “Anterin, bentar kok, ya?” Tatapan itu memelas, membuatku tak tega menolaknya. “Hmm, kebiasaan.” Ucapku malas. “Hehe.” Fira menarik tanganku dengan sadis. Aku hampir menabrak orang akibat ulahnya.
“Fir, buruan! Istirahatnya keburu abis!” Rutukku menggedor pintu toilet. “Iyaa! Sabar kek jadi orang.” Fira mulai murka. Selang beberapa menit, Fira keluar. “Yok!” Fira kembali menarik lenganku, namun tak sesadis tadi.
Dua buah mangkuk bergambar ayam sudah bertengger di meja kantin. “Saatnya balas dendam.” Aku murka, saat ini aku benar-benar lapar. “Gak salah? Gak takut gendut?” Fira mencak-mencak memandangi dua mangkuk bakso di hadapanku. Aku menggeleng dan segera menikmati dua mangkuk bakso sekaligus.
Cerpen Karangan: Yunita Hoerunisa

0 komentar:

Posting Komentar